Oleh: Adhifatra Agussalim, CIP. CIAPA, CASP, CPAM*
Pendahuluan
Ekonomi kolaboratif, juga dikenal sebagai ekonomi berbagi, merujuk pada sistem ekonomi yang memungkinkan individu dan organisasi untuk berbagi sumber daya, keterampilan dan aset untuk menghasilkan nilai bersama, sehingga telah menjadi fenomena global yang merevolusi cara kita memanfaatkan sumber daya. Dengan memanfaatkan teknologi digital, ekonomi kolaboratif memungkinkan individu dan bisnis untuk dapat berbagi akses ke barang, dan jasa, sehingga meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan. Artikel ini akan membahas konsep, manfaat, tantangan, dan masa depan ekonomi kolaboratif.
Konsep Ekonomi Kolaboratif
Ekonomi kolaboratif adalah model ekonomi yang berfokus pada penggunaan bersama sumber daya yang ada, baik berupa barang, jasa, atau keterampilan. Dalam model ini, platform digital berperan sebagai perantara yang menghubungkan penyedia dengan pengguna. Kami tertarik mengambil studi riset pada Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PERUMDA) Tirta Pase Kabupaten Aceh Utara yang dinahkodai oleh Imran, ST selaku Direktur Utama, pada kegiatan Taman Wisata Air Tirta Pase, yang viral dengan taglinenya “Air Sehat untuk Generasi Yang Sehat“, yang memiliki visi “Menjadikan Perumda Tirta Pase sebagai yang terbaik di Aceh serta memiliki daya saing di kancah nasional“ dengan slogan “SETIA untuk selalu hadir“, SETIA akronim dari Santun, Empati, Terpercaya, Informatif dan Adaptif.
Manfaat Ekonomi Kolaboratif
Sebelum masuk pada tantangan implementasi ekonomi kolaboratif, kami coba paparkan sekilas dari manfaatnya terlebih dahulu. Pertama, kami melihat ada usaha yang serius dan sistematis dalam pemanfaatan aset yang tidak terpakai, dengan pendekatan ekonomi kolaboratif ini memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan tambahan dengan memanfaatkan aset yang tidak terpakai atau kurang dimanfaatkan, seperti lahan kosong, ruang kosong, tempat parkir, doorsmeer maupun gudang yang kurang optimal digunakan. Kedua, adanya penghematan biaya, dengan berbagi sumber daya, pengguna dapat menghemat biaya yang sebelumnya dihabiskan untuk membeli atau menyewa barang atau jasa secara eksklusif, contohnya penggunaan alat berat, yang optimal dilakukan di lapangan. Ketiga, adanya aspek keberlanjutan lingkungan, ekonomi kolaboratif ini dapat juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi kebutuhan akan produksi barang baru, sehingga mengurangi limbah dan konsumsi sumber daya, pada kegiatan di atas, Perumda Tirta Pase mencoba menggunakan barang inventaris/aset yang tidak terpakai lagi dan akan difungsikan kembali hanya dengan pembersihan.
Keempat, melakukan inovasi dan pemberdayaan, model bisnis baru yang fleksibel dan adaptif dalam ekonomi kolaboratif mendorong inovasi dan memberdayakan individu untuk menjadi penyedia layanan atau barang tanpa harus memiliki aset besar, contohnya mengikutsertakan karyawan pada ambil peran dan andil masing-masing dengan gotong royong bersama, merelakan untuk melakukan local fundrasing untuk penyediaan rumput, bunga dan pohon yang dibutuhkan. Kelima, adanya komunitas dan koneksi sosial, dengan berbagi barang dan jasa dapat memperkuat hubungan komunitas dan mendorong interaksi sosial antar individu, contohnya melakukan kerja sama dengan dunia perbankan, Sektor BUMN dan BUMD, serta mengajak Forkopimda Aceh Utara, dalam kegiatan penanaman pohon baik dipinggiran sungai dan juga di areal perkantoran, peduli sejarah keislaman Kesultanan Samudera Pasai dan keikutsertaan pada Hari Air Sedunia (World Water Day), ini semua usaha dalam interaksi dalam membangun komunitas yang berkelanjutan.
Tantangan Ekonomi Kolaboratif
Ekonomi kolaboratif ini juga memiliki tantangan, yang dapat menghambat implementasinya, pertama dengan regulasi dan kebijakan, hal ini dikarenakan banyak platform ekonomi kolaboratif beroperasi di area yang belum sepenuhnya diatur oleh hukum. Ini menimbulkan tantangan dalam hal perlindungan konsumen, pajak, dan hak pekerja. Kedua, aspek kepercayaan dan keamanan di lapangan, meskipun sistem ulasan dan penilaian membantu membangun kepercayaan, masih ada risiko terkait keamanan dan fraud dalam transaksi. Ketiga, adanya kesenjangan digital, tidak semua individu memiliki akses yang sama ke teknologi dan internet, yang dapat menyebabkan kesenjangan dalam manfaat yang diperoleh dari ekonomi kolaboratif. Keempat, dampak ekonomi lokal, kehadiran platform ekonomi kolaboratif dapat berdampak negatif pada bisnis lokal tradisional, seperti kuliner atau fasilitas hiburan anak-anak, yang mungkin kesulitan bersaing.
Masa Depan Ekonomi Kolaboratif
Ekonomi kolaboratif diprediksi akan terus berkembang seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi dan perubahan perilaku konsumen. Beberapa tren yang mungkin muncul di masa depan meliputi integrasi teknologi baru, Teknologi seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Internet of Thing (IoT) akan semakin diintegrasikan untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan transparansi dalam ekonomi kolaboratif. Kedua, regulasi yang lebih ketat, pemerintah di seluruh dunia kemungkinan akan mengembangkan regulasi yang lebih jelas untuk mengatur platform ekonomi kolaboratif, melindungi konsumen, dan memastikan persaingan yang adil. Ketiga, akan adanya, ekspansi ke sektor baru, ekonomi kolaboratif tidak hanya terbatas pada transportasi dan penginapan. Kita bisa melihat penerapannya di sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, dan energi terbarukan. Keempat, perlu keberlanjutan dan tanggung jawab sosial yang paripurna, platform ekonomi kolaboratif akan semakin fokus pada praktik berkelanjutan dan tanggung jawab sosial untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulan
Ekonomi kolaboratif menawarkan berbagai keuntungan yang signifikan dalam percepatan pengembangan perusahaan dan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya, menghemat biaya, dan mendukung keberlanjutan lingkungan. Namun, untuk mencapai manfaat maksimal, tantangan seperti regulasi, kepercayaan, dan kesenjangan digital harus diatasi. Dengan pendekatan yang tepat, ekonomi kolaboratif dapat menjadi kekuatan positif dalam membentuk masa depan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan jaringan kolaboratif, perusahaan dapat mencapai efisiensi biaya, mengakses inovasi, meningkatkan kualitas layanan, mengembangkan pasar baru, dan meningkatkan fleksibilitas serta keberlanjutan. Pada akhirnya, ekonomi kolaboratif memungkinkan perusahaan untuk lebih kompetitif dan adaptif di tengah dinamika pasar yang cepat berubah.
Lhokseumawe, 18 Juli 2024/ 12 Muharram 1446 H
Adhifatra Agussalim
Praktisi Internal Auditor
Certified Audit SMK3 Professional (CASP)
Certified Professional Audit Manager (CPAM)
Certified Internal Auditor Professional Advance (CIAPA)
Member of The Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesia
Member of Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA)
Sumber : www.liputan.co.id